Selasa, 21 Juni 2016

bentuk instrumen di pasar modal

Bentuk instrumen di pasar modal disebut efek yaitu surat berharga yang berupa :
1. Saham
adalah tanda bukti memiliki perusahaan dimana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (Shareholder atau stockholder). Saham ada 2 macam yaitu saham preferen (preferred stock) dan saham biasa (common stock). Saham preferen adalah jenis saham yang memiliki hak terlebih dahulu untuk menerima laba dan memiliki hak laba kumulaif. Hak kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan dibayar pada tahun mengalami keuntungan, sehingga saham preferen akan menerima laba dua kali. Sedangkan saham biasa adalah jenis saham yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa yang akan menderita terlebih dahulu.
2. Obligasi
Obligasi (Bond) adalah tanda bukti perusahaan memiliki utang jangka panjang kepada masyarakat yaitu diatas 3 tahun. Pihak yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) dan pemegang obligasi akan menerima kupon sebagai pendapatan dari obligasi yang dibayarkan.
3. Bukti Right
Bukti right adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Hak memebeli dimiliki oleh pemegeng saham lama. Harga tertentu berarti harganya sudah ditetapkan di muka dan biasa disebut harga pelaksanaan atau harga tebusan (strike price atau exercise price). Apabila pemegang saham lama yang menerima bukti right tidak mampu atau idak berniat menukarkan bukti right dengan saham, maka bukti right tersebut dapat dijual di bursa efek melalui broker efek. Apabila pemegang bukti right lalai menukarkannya dengan saham dan waktu penukaran sudah kadaluwarsa, maka bukti right tersebut tidak berharga lagi, atau pemegang bukti right akan menderita rugi.
4. Waran
Waran adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Waran tidak saja dapat diberikan kepada pemegang saham lama, tetapi juga sering diberikan kepada pemegang obligasi sebagai pemanis (sweetener) pada saat perusahaan menrbitkan obligasi. Pemegang waran tidak akan menderita kerugian apapun seandainya waran itu tidak dilaksanakan. Pada saat harga pasar melebihi strike price waran, maka waran sudah saatnya untuk ditukar dengan saham. Namun pemegang saham masih dapat menunggu sampai harga saham mencapai tingkat tertinggi sepanjang waktu berlakunya belum kadaluwarsa. Apabila pemegang warantidak ingin menebusnya, maka waran itu dapat dijual di bursa efek melalui broker. Apabila waktu untuk mendapatkannya sudah kadaluwarsa dan pemegang waran lalai menebusnya, maka waran tersebut akan menjadi kertas yang tidak bernilai lagi.
5. Produk turunan atau biasa atau disebut derivative
Contoh produk derivative adalah indeks harga saham dan indeks kurs obligasi. Indeks saham dan indeks obligasi adalah angka indeks yang diperdagangkan untuk tujuan spekulasi dan lindungi nilai (hedging). Perdagangan yang dilakukan tidak memerlukan penyerahan barang secara fisik, melainkan hanya perhitungan untung rugi dari selisih antara harga beli dan harga jual. Mekanisme perdagangan produk derivative ini dilakukan

Untuk membedakan antara Reksa Dana syariah dan Reksa Dana konvensional dapat dilakukan dengan proses manajemen portofolio, diantaranya adalah:
  1. Perbedaan pokok tentang Islamic fund dengan conventional fund terdapat pada screening proses sebagai bagian dari proses alokasi asset. Islamic fund hanya dibolehkan melakukan penempatan pada saham-saham dan instrumen lain yang halal. Ini berdampak pada alokasi dan komposisi asset dalam portofolionya.
  2. Syariah fund melakukan pula cleansing process yang bermaksud membersihkan dari pendapatan yang tidak halal. Sesuai dengan uraian yang telah disebutkan oleh Huda dan Nasution (2008:117-127), maka pada tabel berikut menunjukkan perbedaan antara Reksa Dana syariah dan Reksa Dana konvensional:
No.
Jenis Reksa Dana Perbedaaan
Syariah
Konvensional
1
Tujuan Investasi
Tidak semata-mata return, tapi juga SRI (Socially Responsible Invesment)
Return yang tinggi
2
Operasional
Ada proses screening
Tanpa proses screening
3
Return
Proses Cleansing/Filterisasi dari kegiatan haram
Tidak ada
4
Pengawasan
DPS & Bapepam
Hanya Bapepam
5
Akad / Pengikatan
Selama tidak bertentangan dengan syariah
Menekankan kesepakatan tanpa ada aturan halal atau haram
6
Transaksi
Tidak boleh berspekulasi yang mengandung gharar seperti najsy (penawaran palsu), ikhtikan, masyir, dan riba
Selama transaksinya bisa memberikan keuntungan
OBLIGASI SYARIAH


A. Sejarah Sukuk/ Obligasi Syariah
Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak contoh lainnya.
Harus kita akui, bahwa sukuk atau obligasi syariah ini adalah salah satu bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, meskipun istilah tersebut adalah istilah yang memiliki akar sejarah yang panjang. Inilah salah satu bentuk produk yang paling inovatif dalam pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer.
B. Pengertian
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.
Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap diatas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut “U.S. Treasury securities”diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut “surat utang” dan utang dibawah 1 tahun disebut “Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah yang disebut dengan Surat Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN)
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah. Sebenarnya obligasi yang tidak dibenarkan itu adalah obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar bunga (sistem riba).
Di dalam Islam, istilah obligasi lebih dikenal dengan istilah sukuk. Merujuk kepada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
Untuk menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus dipenuhi, yakni aktivitas utama (core business) yang halal, dan tidak bertentangan dengan substansi fatwa DSN.
C. Ketentuan Obligasi Syariah
Ketentuan Umum:
· Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat hutang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;
· Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah
· Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Ketentuan Khusus
· Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
1. Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh
2. Musyarakah
3. Murabahah
4. Salam
5. Istishna
6. Ijarah
· Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memper-hatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
· Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudha-rabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
· Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
· Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
D. Skema Bagi Hasil
Obligasi Konvensional
Pendapatan atau imbal hasil atau return yang akan diperoleh dari investasi obligasi dinyatakan sebagai yield, yaitu hasil yang akan diperoleh investor apabila menempatkan dananya untuk dibelikan obligasi. Sebelum memutuskan untuk berinvestasi obligasi, investor harus mempertimbangkan besarnya yield obligasi, sebagai faktor pengukur tingkat pengembalian tahunan yang akan diterima.
Ada 2 (dua) istilah dalam penentuan yield yaitu current yield dan yield to maturity.
· Currrent yield adalah yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut.
Current yield = bunga tahunan
harga obligasi
Contoh:
Jika obligasi PT XYZ memberikan kupon kepada pemegangnya sebesar 17% per tahun sedangkan harga obligasi tersebut adalah 98% untuk nilai nominal Rp 1.000.000.000, maka:
Current Yield     = Rp 170.000.000 atau 17%
Rp 980.000.000         98%
= 17.34%
Sementara itu yiled to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian atau pendapatan yang akan diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Formula YTM yang seringkali digunakan oleh para pelaku adalah YTM approximation atau pendekatan nilaiYTM, sebagai berikut:
YTM approximation =       C + P – R
x 100%
P + R
2
Keterangan:
C = kupon
n = periode waktu yang tersisa (tahun)
R = redemption value
P = harga pembelian (purchase value)
Contoh:
Obligasi XYZ dibeli pada 5 September 2003 dengan harga 94.25% memiliki kupon sebesar 16% dibayar setiap 3 bulan sekali dan jatuh tempo pada 12 juli 2007. Berapakah besar YTM approximationnya ?
C = 16%
n = 3 tahun 10 bulan 7 hari = 3.853 tahun
R = 94.25%
P = 100%
YTM approximation       = 16 + 100 – 94.25
3.853
= 100 + 94.25
2
= 18.01 %
Obligasi Syariah
Melalui fatwanya, DSN sebenarnya mengkategorikan tiga jenis pemberian keuntungan kepada investor pemegang Obligasi Syariah. Yaitu, pertama adalah berupa bagi hasil kepada pemegang Obligasi Mudharabah atau Musyarakah. Kedua, keuntungan berupa margin bagi pemegang Obligasi Murabahah, Salam atau Istishna. Dan ketiga, berupa fee (sewa) dari aset yang disewakan untuk pemegang Obligasi dengan akad Ijarah. Pada prinsipnya, semua Obligasi Syariah adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang berdasarakan prinsip syariah Islam. Namun yang membedakan adalah akad dan transaksinya.
Adapun transaksi sukuk yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Obligasi Mudharabah
Dimana obligasi mudharabah memakai akad bagi hasil pada saat pendapatan emiten telah di ketahui dengan jelas. Penerapan mudharabah dalam obligasi cukup sederhana. Emiten bertindak selaku mudharib (pegelola dana) dan investor bertindak selaku shahibul mal, alias pemilik modal. Keuntungan yang diperoleh investor merupakan bagian proporsional keuntungan dari pengelolaan dana oleh investor. Menyikapi adanya indikasi bahwa terdapat kontradiksi antara mudharabah dan obligasi dalam definisi, serta masih adanya anggapan bahwa obligasi syariah mudharabah sejatinya tetaplah sebagai surat hutang, lebih lanjut, Hakim mengatakan bahwa transaksi mudharabah dalam konteks obligasi syariah mudaharabah ini adalah transaksi investment, bukan hutang piutang. Karena investment merupakan milik pemilik modal, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain. Prinsip inilah yang mendasari dibolehkan adanya secondary market bagi obligasi mudharabah.
Contoh:
Sebagai contoh Berlian Laju Tanker telah menerbitkan Obligasi Mudharabah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk membeli kapal tanker (66%) dengan tambahan modal kerja perusahaan (34%). Obligasi berjangka waktu 5 tahun yang dicatakan di BES ini memperoleh keuntungan dari bagi hasil berdasarkan pendapatan perseroan dari pengoperasian kapal tanker MT Gardini atau kapal lain yang beroperasi untuk melayani Pertamina, sehingga return-nya berubah setiap tahun sesuai pendapatan.
2. Obligasi Ijarah
Dimana obligasi ijarah memakai akad sewa menyewa sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan
Contoh:
Penerapan akad Ijarah secara praktis dapat kita lihat pada Matahari Departemen Store. Perusahaan ritel ini mengeluarkan Obligasi Ijarah senilai Rp 100 miliar. Dananya digunakan untuk menyewa ruangan usaha dengan akad wakalah, dimana Matahari bertindak sebagai wakil untuk melaksanakan ijarah atas ruangan usaha dari pemiliknya (pemegang obligasi/investor). Ruang usaha yang disewa adalah Cilandak Town Square di Jakarta. Ruang usaha tersebut dimanfaatkan Matahari sesuai dengan akad wakalah, dimana atas manfaat tersebut Matahari melakukan pembayaran sewa (fee ijarah) dan dana obligasi. Fee ijarah dibayarkan setiap tiga bulan, sedangkan dana obligasi dibayarkan pada saat pelunasan obligasi. Jangka waktu obligasi tersebut selama lima tahun.
E. Harga Obligasi
Konvensional
Berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal.
Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu:
· Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta.
· at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta
· at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.
Namun yang terpenting adalah, instrument bunga (interest instruments) sangat mempengaruhi permintaan obligasi. Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin sedikit orang (calon investor) membeli obligasi, tetapi semakin rendah suku bunga, maka semakin banyak orang (calon investor) yang akan berinvestasi dengan membeli obligasi.
Syariah
Obligasi syariah atau mudharabah bond ini dijual pada harga nominal pelunasan jatuh temponya (at maturity par value) di pasar perdana. Landasan syariah dari obligasi ini antara lain berdasarkan hadist Mudharabah yang diriwayatkan oleh Suhaib Ar Rumi (H.R. Ibnu Majah). Pada prinsipnya mudharib memiliki kewajiban finansial kepada shahibul maal, untuk mengembalikan pokok penyertaan ditambah bagi hasil dari keuntungan. Peluang mendapatkan bagi hasil inilah, oleh shahibul maal bisa dialihkan ke pihak lain melalui mekanisme al Hawalah (pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil).
Mekanisme al Hawalah ini bisa menjadi dasar transaksi mudharabah bond di pasar sekunder. Landasan syariahnya antara lain H.R. Imam Bukhari dan Muslim: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan) kepada orang yang mampu / kaya, maka terimalah hawalah itu.” Dalam kaitan ini mayoritas ulama sepakat membolehkan al Hawalah pada satu bentuk kewajiban finansial. Atas dasar landasan syariah al Hawalah, maka di pasar modal syariah tidak ada transaksi yang bisa dikategorikan jual beli murni setelah perdananya. Karena sebagian besar ulama telah mengharamkan Bai’ Al Dayn (the sale of payable right raises from transaction), yang berarti melarang untuk diperjualbelikan utang piutang secara tangguh. Yang bisa dilakukan oleh pemegang obligasi syariah (Shariah bonds holders) adalah meng-hawalah-kan syariah bonds-nya untuk mendapatkan dana segar sebesar maturity par value-nya, dengan melakukan perjanjian revenue sharing atas initial revenue sharing yang diperoleh dari penerbit syariah bonds.
Dengan demikian syariah bonds sebaiknya dikeluarkan atas nama, bukan atas unjuk. Pendekatan lain yang kini tengah dibahas oleh para ahli fiqih dan ahli keuangan syariah adalah membeli utang secara tunai (karena yang dilarang adalah membeli utang secara tangguh). Salah satu di antara skema yang tengah dikembangkan adalah lembaga keuangan tertentu menjual metal kepada bond holders dengan mempergunakan obligasi syariah itu sebagai proceednya. Harga yang disepakati sesuai dengan harga nominal (par value obligasi tersebut). Dalam transaksi ini tidak terjadi diskon atau mark down dari nilai obligasi karena hal ini bisa menjadi pintu belakan bagi riba nasi’ah. Lembaga keuangan mendapat keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual metal tersebut